Selasa, 05 April 2016

Pentingnya Dimensi Spiritual dalam Rehabilitasi Narkoba

Dimensi spiritual dalam rehabilitasi narkoba
World Health Organization (WHO) pada 1984 berpendapat, dimensi spiritual sama penting dengan dimensi biologis, psikologis, dan sosial pada proses dan program rehabilitasi yang dijalani oleh pasien pecandu narkoba.

APA atau The American Psychiatric Association memadukan keempat dimensi di atas menjadi sebuah istilah yang disebut dengan paradigma Biologis-Psikologis-Sosial-Spiritual (BPSS). Paradigma BPSS ini juga dikenal dengan istilah Pendekatan Terapi Terpadu (Holistik)

Melibatkan dimensi spiritual sangat diperlukan dalam proses rehabilitasi bagi para pecandu narkoba. Permasalahan kecanduan narkoba bukan hanya berkaitan dengan problematika kematian, melainkan juga menjadi masalah bagi kebahagiaan.

Dalam proses rehabilitasi narkoba, sinergi antara dimensi spiritual dan dimensi kesehatan merupakan hal yang sangat vital. Menurut Daniel X. Fremedmen dan Kowalski, J.A, terdapat dua dimensi utama yang sangat memengaruhi kesehatan mental dan kesejahteraan manusia, yaitu dari dimensi seorang yang berprofesi dalam bidang kedokteran jiwa (psikiatri) dan bidang spiritual.

Inilah mengapa seorang spiritualis atau rohaniawan juga diharapkan untuk memiliki kemampuan dalam melayani kesehatan jiwa baik secara individual, keluarga, dan masyarakat (umat). Berbagai penelitian telah membuktikan vitalnya bimbingan spritual dalam rehabilitasi seorang pecandu narkoba.


Beragam kenyataan hidup juga telah menunjukkan kepada kita mengenai keterkaitan antara faktor keyakinan beragama dengan pemulihan seorang pecandu narkoba. Carel Gustav Jung berpendapat sebagaian pasien pecandu narkoba ternyata memiliki keyakinan beragama yang sangat minim bahkan blank/zonk/kosong sama sekali.

Senin, 04 April 2016

Terapi Rehabilitasi Terpadu Bagi Pecandu Narkoba

Hukum narkoba adalah haram.
Terapi rehabilitasi yang seharusnya diberikan kepada para pecandu narkoba adalah terapi rehabilitasi yang holistik atau yang memadukan unsur biologis-psikologis-sosial-spiritual. Metode terpadu ini kemudian dikenal dengan metode terpadu BPSS.

Terapi rehabilitasi dengan metode terpadu BPSS ini sudah diakui secara internasional, di antaranya telah mendapat pengakuan langsung dari WHO (World Health Organization) pada 1984, APA (American Psychological Association) pada 1992, dan WPA (World Psychiatric Association) pada 1993.

Dalam terapi biologis/medis pasien diberikan jenis obat anti psikotik yang ditujukan bagi gangguan sistem neuro-transmitter pada susunan saraf pusat di otaknya. Pasien juga diberikan obat anti nyeri, yang di dalam dunia kedokteran dikenal dengan istilah analgetika non-opiat.

Obat ini sama sekali tidak mengandung turunan dari narkoba. Karena akan percuma saja kalau kita mengobati hal yang haram dengan menggunakan sesuatu yang haram juga. Obat yang diberikan juga sama sekali tidak mengandung zat yang adiktif.

Selain obat anti depresi, pasien pecandu narkoba ini juga diberikan obat yang sesuai dengan komplikasi medis pada organ tubuhnya jika memang ditemukan hal yang demikian pada diagnosis dokter pada kesempatan yang berikutnya.

Pada terapi psikiatrik/psikologik pasien pecandu narkoba diberikan obat di bidang psikiatrik golongan anti-psikotik dan anti-depresi. Selain itu, mereka juga diberikan konsultasi psikiatrik/psikologik secara individu, kelompok, atau bersama keluarganya.

Pada terapi sosial pasien pecandu narkoba diajak untuk menjaga lingkungan dan pergaulan sosialnya. Terdapat sebuah pepatah, "Jika kita bergaul dengan penjual kembang, maka minimal kita akan mendapatkan harumnya. Sedangkan, kalau kita bersosialisasi dengan penjual ikan, minimal kita akan mendapatkan amisnya".

Terapi terakhir namun yang sangat vital dan penting adalah terapi agama. Terapi agama ini diberikan sesuai dengan agama dan kepercayaan masing-masing pasien untuk memberikan kesadaran bahwa narkoba dan juga minuman keras/miras adalah haram hukumnya baik itu dari segi agama maupun undang-undang negara.