Oleh:
Mohamad Istihori
Mat Semplur masih memiliki rasa penasaran terhadap nasihat Kiai Jihad kemarin yang sedikit membahas mengenai “qurrotu `ayun” (sedap dipandang mata).
“Jadi
maksudnya keturunan yang sedang dipandang mata itu bagaimana sih, Kiai,” tanya
Mat Semplur membuka obrolan santainya dengan Kiai Jihad.
“Kalau
menurut pengetahuan saya yang terbatas ini sih begini, Plur,” ujar Kiai Jihad
sambil menyeruput kopi hitamnya, “Lu harus pahamin dulu bahwa ‘pandangan mata’
di sini bukan terutama dalam arti fisik.”
“Tapi
kalau memahaminya secara fisik boleh nggak, Kiai?” tanya Semplur si manusia
‘pentium dua’.
“Iya
boleh-boleh aja. Cuma kalo elu selalu memahami setiap kata hanya pada makna
fisiknya aja, itu ibarat elu sekolah kagak naik-naik kelas. Temen-temen elu dah
pada mau lulus, #eh elu masih duduk di kelas atu aja,” ujar Kiai Jihad.
Obrolan
santai itu mulai beranjak menjadi serius namun tetap dengan suasana yang
santai. Sambil mendengarkan Kiai Jihad, Mat Semplur menghisap ‘rokok mini’.
Begitu juga dengan Kiai Jihad sambil berucap sambil menghisap ‘rokok kelas
beratnya’ yang tanpa memakai penyaring kayak knalpot racing.