(Forum Silaturahmi Keluarga Madani 3 Bagian Ke-4 Bersama Bunda Meilani Hermanto di Studio Madani, Kamis, 4 Mei 2017)
pusatrehabilitasinarkoba.blogspot.co.id – Bunda Meilani, “Para
pecandu narkoba akan mengalami halusinasi karena mereka paranoid. Apalagi kalau
mereka makenya sabu. Kuat itu paranoidnya. Kemudian mereka juga menjadi sangat
sensi dan curigaan. Mereka merasa tidak apa-apa, merasa tidak memiliki masalah tapi
dia suka curiga seperti curiga pasangannya selingkuh. Itu karena halusinasi
tadi.
Kita mungkin berpikir orang yang paling kesepian adalah mereka yang ada di penjara. Ternyata para pecandulah orang yang paling kesepian di dunia ini. Mereka selalu merasa kosong. Makanya mereka mengisi segala kekosongan yang ada di dalam jiwa itu dengan memakai narkoba. Mereka menyangka dengan memakai narkoba maka selesailah semua masalah.
Para pecandu narkoba itu sebenarnya mau
minta tolong, tapi tidak tahu mau minta tolong sama siapa. Maka semakin dia mau
minta tolong maka semakin ia menambahkan dosis pemakaian narkobanya.
Maka sebagai keluarga mau tidak mau akan
terlibat juga dalam masalah narkoba. Masalah keluarga ini antara lain adalah
pengakuan bahwa keluarga juga berada dalam masalah. Pengakuan bahwa memang anak
kita memakai narkoba.
Jadi, ada fase-fase di mana orang tua,
bapak dan ibu yang berbeda-beda pengakuannya terhadap anak yang sedang
bermasalah dengan narkoba untuk menyatukan pemikiran untuk meminimalisir segala
macam konflik yang akan terjadi.
Kemudian, karena sulit untuk menerima
kenyataan akibatnya juga akan sangat sulit untuk melakukan perubahan karena
kita sudah nge-block. Tidak menerima bahwa sekarang masalah narkoba
berada di tengah-tengah keluarga kita.
Maka terjadilah sebuah trauma dalam
keluarga. Trauma adalah benturan atau kejadian yang tidak diharapkan dan tidak
terduga yang ukurannya melebihi stres sehari-hari yang dapat mengacaukan
kehidupan.
Saya sampai hari ini. Anak saya masuk
rehab tahun 1998 tapi tetap trauma itu timbul-tenggelam. Untungnya ada family
support group saya menjadi terus belajar untuk seimbang. Saya terus belajar
untuk mengendalikan trauma tersebut. Saya tidak mau menikmati trauma. Saya
belajar hal tersebut selama 20 tahun.”
(Mohamad Istihori, Jum`at, 5 Mei 2017)
Catatan Terkait :
Catatan Terkait :
Catatan 1 dari 19 : Belajar dari Acara Wisuda di Malaysia Bagi Para Mantan Pengguna Narkoba
Catatan 2 dari 19 : 14 Masalah Keluarga yang Ditimpa Narkoba
Catatan 3 dari 19 : Konflik Keluarga Ketika Anak Terkena Narkoba
Catatan 5 dari 19 : Menjaga Pemulihan Selama Hayat Masih di Kandung Badan
Catatan 6 dari 19 : “Hilang Satu Nggak Apa-Apa Deh, Bu!”
Catatan 7 dari 19 : Kekuatan Keluarga di Indonesia dan Pengakuan Dunia
Catatan 8 dari 19 : Recovery is Number One
Catatan 9 dari 19 : Memelihara Bandar Narkoba di Rumah?
Catatan 10 dari 19 : Rencana Mau Bulan Madu Malah Jadi “Bulan Racun”
Catatan 11 dari 19 : Empat Kunci Sukses Proses Pemulihan Keluarga dan Korban Pecandu Narkoba
Catatan 12 dari 19 : “Sekarang Dia Bukan Lagi Anak Saya, Dia Sudah Jadi Anak Negara, Pak!”
Catatan 13 dari 19 : Sesering Kita Mengikuti FSKM, Secepat Itulah Proses Pemulihan Kita
Catatan 14 dari 19 : Reconnect Relationship
Catatan 15 dari 19 : “Permisi Bapak/Ibu, Anakmu Mau Pake Narkoba Dulu?” #Eh
Catatan 16 dari 19 : Habis Titik Baru Koma, Hujan Rintik-Rintik Bisa Buat Kembali Pake Narkoba?
Catatan 17 dari 19 : Proses Menyamakan Persepsi Itu Susahnya Setengah Mati
Catatan 18 dari 19 : Buanglah “Sampah Perasaan” pada Tempatnya
Catatan 19 dari 19 : “Masa Bulan Madu” bagi Mantan Pecandu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar