Selasa, 09 Mei 2017

Jangan Pernah Mencoba untuk Mengisi Kekosongan Jiwa dengan Narkoba


(Forum Silaturahmi Keluarga Madani 3 Bagian Ke-4  Bersama Bunda Meilani Hermanto di Studio Madani, Kamis, 4 Mei 2017)

pusatrehabilitasinarkoba.blogspot.co.id – Bunda Meilani, “Para pecandu narkoba akan mengalami halusinasi karena mereka paranoid. Apalagi kalau mereka makenya sabu. Kuat itu paranoidnya. Kemudian mereka juga menjadi sangat sensi dan curigaan. Mereka merasa tidak apa-apa, merasa tidak memiliki masalah tapi dia suka curiga seperti curiga pasangannya selingkuh. Itu karena halusinasi tadi.


Kita mungkin berpikir orang yang paling kesepian adalah mereka yang ada di penjara. Ternyata para pecandulah orang yang paling kesepian di dunia ini. Mereka selalu merasa kosong. Makanya mereka mengisi segala kekosongan yang ada di dalam jiwa itu dengan memakai narkoba. Mereka menyangka dengan memakai narkoba maka selesailah semua masalah.


Para pecandu narkoba itu sebenarnya mau minta tolong, tapi tidak tahu mau minta tolong sama siapa. Maka semakin dia mau minta tolong maka semakin ia menambahkan dosis pemakaian narkobanya.

Maka sebagai keluarga mau tidak mau akan terlibat juga dalam masalah narkoba. Masalah keluarga ini antara lain adalah pengakuan bahwa keluarga juga berada dalam masalah. Pengakuan bahwa memang anak kita memakai narkoba.

Jadi, ada fase-fase di mana orang tua, bapak dan ibu yang berbeda-beda pengakuannya terhadap anak yang sedang bermasalah dengan narkoba untuk menyatukan pemikiran untuk meminimalisir segala macam konflik yang akan terjadi.

Kemudian, karena sulit untuk menerima kenyataan akibatnya juga akan sangat sulit untuk melakukan perubahan karena kita sudah nge-block. Tidak menerima bahwa sekarang masalah narkoba berada di tengah-tengah keluarga kita.

Maka terjadilah sebuah trauma dalam keluarga. Trauma adalah benturan atau kejadian yang tidak diharapkan dan tidak terduga yang ukurannya melebihi stres sehari-hari yang dapat mengacaukan kehidupan.

Saya sampai hari ini. Anak saya masuk rehab tahun 1998 tapi tetap trauma itu timbul-tenggelam. Untungnya ada family support group saya menjadi terus belajar untuk seimbang. Saya terus belajar untuk mengendalikan trauma tersebut. Saya tidak mau menikmati trauma. Saya belajar hal tersebut selama 20 tahun.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar